JAKARTA, MERCINEWS – Sebuah pemberitaan yang diterbitkan oleh media online frekuensimediabali.com dengan judul “Kanwil Imigrasi Bali Melakukan Pemerasan kepada Dua Orang Warga Negara Asing (WNA) Jerman” menuai kritik tajam dari kalangan pakar pers dan pemerhati media. Berita yang menuding tanpa konfirmasi dan berpotensi merugikan institusi itu dinilai melanggar Kode Etik Jurnalistik serta UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pakar komunikasi dan etika media, Aat Surya Safaat, menilai bahwa isi dan format pemberitaan tersebut tidak memenuhi prinsip dasar jurnalistik, terutama dalam hal verifikasi, keberimbangan, dan itikad baik.
“Dalam berita itu, tampak hanya satu pihak yang diberi ruang bicara, dengan tuduhan serius berupa pemerasan terhadap pejabat publik. Ini sangat rentan melanggar Pasal 1 dan 3 Kode Etik Jurnalistik,” ujar Aat dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (24/6/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menjelaskan bahwa Pasal 1 mewajibkan wartawan bersikap independen serta menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Sementara Pasal 3 mengatur bahwa wartawan wajib menguji informasi, menyajikan secara berimbang, dan tidak mencampuradukkan fakta dengan opini yang menghakimi.
Selain aspek etika, Aat mengingatkan bahwa informasi yang bersifat tuduhan sepihak tanpa verifikasi juga dapat berimplikasi hukum, terutama dalam ranah siber.
“Jika informasi tersebut terbukti tidak benar atau tidak diverifikasi dengan baik, maka sangat mungkin melanggar Pasal 27 Ayat (3) UU ITE, yang melarang distribusi konten yang menyerang kehormatan atau nama baik seseorang maupun institusi,” jelas wartawan senior yang pernah menjabar Direktur Pemberitaan LKBN ANTARA dan Kepala Biro Antara di New York, Amerika Serikat itu.
Aat menekankan bahwa media memiliki peran penting dalam menjalankan fungsi kontrol terhadap kekuasaan. Namun, ia mengingatkan bahwa fungsi tersebut harus dilakukan dengan standar profesionalisme dan tanggung jawab etis yang tinggi.
“Pers harus tetap kritis, tetapi tidak boleh menjadi alat penyebar tuduhan tanpa dasar. Jika memang ada dugaan pelanggaran, salurkan melalui jalur hukum, bukan dengan menghakimi lewat pemberitaan,” tegasnya.
Imigrasi Bali Beri Tenggat 3 Hari untuk Klarifikasi
Menanggapi pemberitaan tersebut, pihak Imigrasi Bali menyatakan tengah menempuh langkah-langkah untuk membawa kasus ini ke Dewan Pers, guna menguji dugaan pelanggaran kode etik dan kemungkinan rekomendasi tindakan hukum.
Pihak Imigrasi memberikan waktu tiga (3) hari kerja kepada media tersebut untuk mengklarifikasi atau menghapus pemberitaan, serta menyampaikan permintaan maaf secara resmi kepada Imigrasi Bali sebelum ditempuh jalur hukum.
“Kami berikan toleransi waktu kepada media Frekuensi Bali untuk segera mengklarifikasi atau menghapus berita tersebut, serta meminta maaf secara resmi. Jika tidak, kami tidak menutup kemungkinan akan menempuh upaya hukum,” ujar sumber dari Imigrasi Bali yang enggan disebutkan namanya.(red)






