“Senjata api dalam ruang pemeriksaan bukan hanya tidak perlu, tapi bisa menjadi alat intimidasi terselubung. KUHAP baru harus secara eksplisit melarang praktik ini.”
JAKARTA, MERCINEWS.COM – Ketua Peradi SAI Jakarta Utara, Carrel Ticualu, menegaskan pentingnya aturan tegas dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) untuk melarang penyidik membawa senjata api saat melakukan pemeriksaan. Hal ini disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Koalisi Organisasi Advokat dan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/7/2025).
Menurut Carrel Ticualu, kehadiran senjata api dalam proses pemeriksaan, terutama di tahap penyidikan, tidak hanya tidak proporsional tetapi juga menciptakan tekanan psikologis yang dapat mengganggu objektivitas dan rasa aman para saksi maupun tersangka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Senjata api dalam ruang pemeriksaan bukan hanya tidak perlu, tapi bisa menjadi alat intimidasi terselubung. KUHAP baru harus secara eksplisit melarang praktik ini,” tegas Carrel di hadapan para anggota Komisi III DPR.
Carrel menekankan bahwa pembaruan KUHAP bukan hanya soal prosedur, tetapi juga soal paradigma penegakan hukum yang beradab. Dalam pandangannya, sistem hukum acara yang sehat harus melindungi hak semua pihak secara seimbang, termasuk mereka yang sedang menjalani proses hukum.
“Dalam banyak kasus, tersangka atau saksi sudah berada dalam posisi tertekan. Jangan sampai ditambah dengan kehadiran aparat bersenjata di ruang pemeriksaan. Ini bukan situasi perang, ini ruang hukum,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menyebut bahwa larangan membawa senjata api seharusnya menjadi bagian dari prinsip due process of law yang menjunjung tinggi keadilan, perlindungan hak asasi manusia, dan ketertiban hukum yang proporsional.
Dalam forum yang sama, Carrel juga mengangkat sejumlah isu penting lainnya yang menurutnya wajib diakomodasi dalam revisi KUHAP. Di antaranya adalah keharusan adanya izin hakim untuk setiap penahanan, pembatasan waktu dan frekuensi pemeriksaan, perlindungan hukum bagi advokat, serta sanksi tegas bagi aparat yang salah menetapkan tersangka atau melakukan salah tangkap.
Namun, isu larangan membawa senjata api oleh penyidik menjadi salah satu sorotan utama, karena berkaitan langsung dengan iklim psikologis proses pemeriksaan yang adil dan bebas dari rasa takut.
“Ini bukan soal teknis semata. Ini soal menghapus ruang kekerasan terselubung dalam sistem peradilan pidana kita,” tambahnya.
Solidaritas Organisasi Advokat
RDPU ini dihadiri oleh berbagai organisasi advokat dari berbagai asosiasi, termasuk Peradi, AAI, IKADIN, IPHI, HAPI, SPI, AKHI, APSI, KAI, ADVOKAI, PPKHI, hingga FERARI. Kehadiran mereka mencerminkan kesepahaman kolektif dalam mendorong revisi KUHAP yang lebih adil dan berorientasi pada perlindungan hak warga negara.
Carrel berharap Komisi III DPR RI dan Pemerintah segera menuntaskan pembahasan dan pengesahan RKUHAP. Menurutnya, Indonesia tidak bisa terus bertahan dengan sistem hukum acara yang membuka celah penyalahgunaan wewenang.
“KUHAP baru ini bukan hanya pembaruan hukum, tapi pembaruan moral dalam sistem peradilan pidana kita,” pungkasnya.
Komitmen untuk memperkuat peran advokat sebagai pilar utama keadilan kembali ditegaskan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Komisi III DPR RI dan sejumlah organisasi advokat yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/7).
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyoroti pentingnya revisi KUHAP agar lebih membuka ruang bagi advokat menjalankan perannya secara penuh. Ia menilai keberadaan advokat sangat vital dalam memastikan masyarakat, khususnya kelompok rentan, memperoleh akses hukum yang setara.
RDPU tersebut dihadiri oleh berbagai organisasi advokat dari beragam asosiasi, seperti Peradi, AAI, IKADIN, IPHI, HAPI, SPI, AKHI, APSI, KAI, ADVOKAI, PPKHI, hingga FERARI. Kehadiran lintas asosiasi ini menunjukkan semangat bersama dalam mendorong pembaruan sistem hukum acara pidana yang lebih adil dan berkeadilan.(red)






