Jakarta, Mercinews.com – Lebanon menarik pasukan dari perbatasan saat Israel telah meluncurkan invasi ke negara tersebut pada Selasa (1/10).
Dalam dua pekan terakhir, Israel menggempur habis-habisan Lebanon dan menargetkan fasilitas Hizbullah. Serangan pasukan Zionis bahkan menyebabkan ribuan orang meninggal dan jutaan warga mengungsi.
Di tengah gempuran Israel, tentara Lebanon tampak tak melakukan serangan balik atau melawan. Milisi Hizbullah yang justru kerap membalas rudal-rudal Zionis. Sejak agresi Israel ke Palestina, kedua pihak ini kerap saling serang di perbatasan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Terlepas dari saling serang Hizbullah dan Israel, mengapa tentara Lebanon justru mundur saat pasukan Zionis mulai menginvasi?
Sumber keamanan Lebanon mengatakan pasukan negara ini mundur sekitar lima kilometer dari perbatasan. Penarikan pasukan Lebanon terjadi sesaat sebelum Israel melancarkan operasi darat terbatas ke negara tetangganya.
Juru bicara militer Lebanon tak mengonfirmasi atau membantah pergerakan pasukan mereka.
Sementara itu, pejabat militer Lebanon mengatakan ada “penempatan ulang” dari posisi terdepan yang dianggap rentan terhadap serangan Israel.
“[Tentara Lebanon sedang] menempatkan kembali dan mengelompokkan lagi pasukan di perbatasan selatan,” kata pejabat itu, dikutip AFP.
Sejak Israel menggempur habis-habisan Lebanon, posisi dan kehadiran tentara negara ini terus dipertanyakan.
Banyak warganet yang merasa tak melihat tentara Lebanon menghalau serangan Israel atau bahkan sampai menyerang balik pasukan Zionis, seperti yang dilakukan Hizbullah.
Ternyata, peran tentara Lebanon terutama saat konflik membara jauh lebih rumit.
Jenderal di Angkatan Bersenjata Lebanon sekaligus Profesor geopolitik dari Universitas St Joseph Beirut, Khalil Helou, membeberkan posisi rumit tentara negara ini.
Dia menyebut peran tentara Lebanon tak hanya mempertahankan perbatasan negara
“Tentara Lebanon tunduk pada instruksi pemerintah,” kata Helou, dikutip Euronews.
Dia lalu berujar, “Selama ini, dan untuk waktu yang lama, telah terjadi perpecahan yang ekstrem. Angkatan darat dibiarkan sendiri.”
Helou menjelaskan saat ini siapa saja yang memimpin Angkatan Darat mereka harus mengambil keputusan yang dianggap tepat.
Jika tentara Lebanon ikut angkat senjata, ada potensi invasi Israel meluas. Jika meluas ke Lembah Bekka bahkan ke seluruh sudut negeri, kawasan Timur Tengah dalam bahaya.
Lebanon selatan dan Lembah Bekka berada di bawah perlindungan hukum Resolusi Dewan Keamanan PBB.
Resolusi ini menetapkan pembentukan pasukan penjaga perdamaian PBB, UNIFIL, di Lebanon selatan dan memberi peran aktif ke tentara reguler Lebanon.
Selain itu, resolusi tersebut menyerukan ke pemerintah Lebanon dan UNIFIL “untuk bersama-sama mengerahkan pasukan” sehingga tidak akan ada bentrok atau kontak senjata tanpa persetujuan pemerintah Lebanon.
“Dan tidak ada kewenangan selain dari Pemerintah Lebanon [usai penarikan pasukan Israel],” demikian salah satu poin resolusi itu.
Jika terjadi serangan militer besar, angkatan bersenjata Lebanon akan menghadapi dilema: melawan tentara Israel atau melucuti senjata Hizbullah dengan paksa, dan di sisi lain harus mematuhi resolusi PBB.
Tentara secara konstitusional tunduk ke lembaga politik. Namun, internal Lebanon gonjang-ganjing dan memiliki pandangan yang berbeda satu sama lain.
Lebanon saat ini juga dalam posisi rentan dan sedang menghadapi krisis politik serta ekonomi. Perang atau berhadapan dengan Israel akan semakin membuat mereka dalam posisi terjepit.
“Jika terjadi serangan darat, unit-unit yang ditempatkan di selatan harus mempertahankan diri dan mempertahankan wilayah Lebanon dengan segala cara yang mereka miliki,” ujar Helou.
Namun pada dasarnya, misi brigade yang ditempatkan di Lebanon selatan bekerja sama dengan UNIFIL dan bukan dengan menggunakan kekuatan.
“Jadi, ini bukan pasukan penyerang, ini bukan pasukan yang akan melawan Israel,” imbuh dia.
Helou lalu berkata, “Keseimbangan kekuatan sama sekali tidak berpihak pada kami dalam kasus ini”.
Hizbullah langgar komitmen
Menurut Resolusi 1701, Hizbullah seharusnya menarik anggota keluar dari Lebanon Selatan, dan sistem rudal yang mampu menargetkan Israel. Namun, milisi ini tak mematuhi komitmen tersebut.
Angkatan bersenjata Hizbullah beroperasi sebagai kontingen operasional yang sangat jauh dari struktur komando tentara Lebanon sebagai proksi Iran.
Ketika Hizbullah mengambil inisiatif sepihak untuk menargetkan Israel, kekuatan politik Lebanon lain dan tentara lumpuh total.
Jika Hizbullah kalah, warga Lebanon pun akan mudah menerima dan tak mempersoalkan.
Warga di Lebanon juga paham betul ada garis merah antar komunitas yang tak bisa dilanggar.
“Komando militer tahu bahwa prioritas utama adalah stabilitas internal terlebih dahulu daripada perang yang dapat berlarut-larut antara militer dan Hizbullah,” kata Helou. (m/c)