Jakarta, Mercinews.com – PalmCo tidak hanya dikenal sebagai raksasa kelapa sawit Indonesia, tetapi juga sebagai penjaga akar budaya dan sejarah perkebunan tanah air. Dari kebun peninggalan VOC yang masih produktif hingga Pabrik Teh Kayu Aro yang berusia hampir seabad, PalmCo menunjukkan bagaimana perusahaan modern dapat tetap menghormati dan melestarikan warisan budaya bangsa.
Sejarah perkebunan negara di Indonesia bermula pada 1958, ketika pemerintah mengambil alih seluruh aset perkebunan Belanda melalui Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958, membentuk Perseroan Perkebunan Negara (PPN). Sepuluh tahun kemudian, PPN bertransformasi menjadi Perusahaan Negara Perkebunan (PNP), lalu menjadi PT Perkebunan (Persero) pada 1974.
Transformasi besar terjadi pada 1996, saat pemerintah menggabungkan sejumlah PTP menjadi PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV), menjadikannya pemain utama produksi kelapa sawit dan teh di Sumatera Utara serta daerah pegunungan seperti Bah Butong dan Tobasari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lahirnya PalmCo dan Konsolidasi Industri Sawit
Reformasi struktur perkebunan berlanjut pada 2014 – 2015, ketika PTPN III ditunjuk sebagai induk Holding Perkebunan Nusantara untuk memperkuat daya saing. Pada 2022 – 2023, Kementerian BUMN membentuk Subholding PalmCo, hasil konsolidasi enam PTPN (IV, V, VI, VII, XIII, XIV), dengan PTPN IV sebagai induk. PalmCo kini menjadi salah satu perusahaan sawit terbesar dunia dengan luas lahan lebih dari 600 ribu hektare, sambil tetap menjaga jejak sejarahnya.
Aset Bersejarah yang Tetap Hidup

Gedung Kantor PTPN IV Regional II di Medan masih memancarkan arsitektur kolonial Belanda, menjadi pusat administrasi sekaligus sarana edukasi sejarah bagi generasi muda melalui program Siswa Mengenal Nusantara (SMN).
Kebun Pulu Raja di Kabupaten Asahan, warisan VOC, tetap produktif dengan hasil sawit hingga 32 ton per hektare, memperlihatkan adaptasi warisan kolonial dalam era modern.
Kebun Ophir dan Unit Bekri di Sumatera Barat dan Lampung menyimpan rumah dinas bergaya kolonial serta pabrik pengolahan sawit tua yang masih beroperasi, menunjukkan perpaduan sejarah dan inovasi industri.
Pabrik Teh Kayu Aro di lereng Gunung Kerinci, Jambi, berdiri sejak 1925 dan masih memproduksi teh hitam premium, pernah menjadi favorit Ratu Elizabeth II. Kini, pabrik ini juga menjadi ikon wisata agroindustri yang menarik ribuan pengunjung tiap tahun.
Menghormati Sejarah, Menyongsong Masa Depan
Warisan budaya PalmCo bukan sekadar cagar masa lalu, tetapi penanda perjalanan panjang ekonomi Indonesia dari masa kolonial, nasionalisasi, hingga transformasi menuju industri modern. Gedung tua, kebun bersejarah, dan pabrik berusia seabad membuktikan bahwa kemajuan industri dapat berjalan seiring pelestarian sejarah.
Pada Hari Kebudayaan Nasional, PalmCo menjadi pengingat bahwa kebudayaan Indonesia juga tercermin dalam etos kerja, ketekunan, dan inovasi yang lahir dari akar sejarah panjang bangsa ini.(red)






