Mahkamah Agung RI dan MA Belanda Bahas Pemidanaan Alternatif: Ini Poin Pentingnya

Minggu, 22 Juni 2025 - 15:30 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Diskusi Mahkamah Agung RI dan Hoge Raad der Nederlanden bertajuk

Diskusi Mahkamah Agung RI dan Hoge Raad der Nederlanden bertajuk "Pidana Penjara Sebagai Ultimum Remedium: Peran Mahkamah Agung dalam Mendorong Penjatuhan Hukuman yang Proporsional dan Adil” di Jakarta, Rabu, 18 Juni 2025.(Foto:Humas MA)

“Dengan paradigma baru, kita sedang bergerak menuju sistem hukum pidana yang tidak hanya menghukum, tapi juga memulihkan dan membangun kembali kehidupan pelaku dalam masyarakat.”

Jakarta, Mercinews.com – Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) dan Mahkamah Agung Kerajaan Belanda kembali memperkuat kerja sama yudisial lewat sebuah diskusi penting yang membahas masa depan pemidanaan di Indonesia. Diskusi yang berlangsung Rabu, 18 Juni 2025 ini menjadi bagian dari kunjungan resmi delegasi Hoge Raad der Nederlanden, Mahkamah Agung Belanda, yang sejak 2013 menjalin kemitraan erat dengan MA RI.

Siaran pers MA, Minggu (22/6/2025), menyebutkan, topik yang diangkat dalam diskusi tersebut adalah: “Pidana Penjara Sebagai Ultimum Remedium: Peran Mahkamah Agung dalam Mendorong Penjatuhan Hukuman yang Proporsional dan Adil.”

Acara ini digelar menyusul disahkannya UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang akan berlaku efektif mulai 2 Januari 2026. KUHP Nasional membawa perubahan paradigma hukum pidana Indonesia dari pendekatan retributif menuju pendekatan restoratif, korektif, dan rehabilitatif.

Ketua Kamar Pidana MA RI, Dr. H. Prim Haryadi, S.H., M.H., menjelaskan bahwa diskusi ini sangat relevan dengan perubahan besar yang sedang berlangsung. Ia menyebut bahwa Belanda bisa menjadi rujukan penting dalam membangun sistem pemidanaan yang lebih proporsional dan adil, termasuk dalam hal membatasi penggunaan hukuman penjara.

“Kerja sama ini bukan hanya tentang pertukaran pengalaman teknis, tapi juga upaya membangun sistem hukum yang lebih berkeadilan, baik bagi pelaku, korban, maupun masyarakat,” ujar Prim.

Diskusi menghadirkan sejumlah tokoh peradilan tinggi dari Belanda, antara lain Presiden Hoge Raad Hon. Dineke de Groot, Wakil Ketua Meriken Van Hilten, dan Hakim Agung Kamar Pidana, Hon. Tjis Kooijmans. Tjis memaparkan bahwa di Belanda, pidana penjara dianggap sebagai langkah terakhir (ultimum remedium), dan hakim diwajibkan menjelaskan secara rinci jika memilih hukuman penjara dibanding opsi pemidanaan lain.

Baca Juga:  Wewenang Penyadapan untuk Jaksa Rawan Disalahgunakan

“Pemidanaan seperti kerja sosial bisa jauh lebih efektif.  Terdakwa yang dipenjara bisa kehilangan pekerjaan, tempat tinggal, bahkan tidak bisa mengasuh anak. Dalam kasus seperti itu, kerja sosial menjadi solusi yang lebih baik,” ujarnya.

Residivisme

Fakta menarik yang diungkap adalah bahwa tingkat residivisme (pengulangan tindak pidana) pada pelaku yang menjalani pidana kerja sosial jauh lebih rendah dibanding yang menjalani hukuman penjara.

Kendati demikian, pemidanaan alternatif tidak diberikan kepada pelaku kejahatan berat seperti pembunuhan atau kejahatan narkotika. Selain itu, ada syarat ketat dalam penerapan hukuman bersyarat seperti keharusan memberi kompensasi kepada korban, larangan mendekati korban, wajib lapor ke polisi, hingga mengikuti rehabilitasi jika diperlukan.

Baca Juga:  BNN Gerebek Apartemen Jadi Pabrik Sabu, Keuntungan Fantastis Terungkap

Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan (PK Bapas) di Belanda memiliki peran penting dalam mengawasi pelaksanaan kerja sosial. Bila tidak dijalankan, pelaku bisa dikembalikan ke jeruji besi.

Dalam konteks Indonesia, diskusi ini menjadi langkah awal penting untuk menyusun strategi implementasi KUHP baru, sekaligus memperkuat rencana finalisasi Rancangan KUHAP. MA berharap dapat mengambil pelajaran dari pengalaman Belanda, khususnya dalam menjaga konsistensi putusan dan merancang sistem peradilan yang lebih manusiawi.

“Dengan paradigma baru ini, kita sedang bergerak menuju sistem hukum pidana yang tidak hanya menghukum, tapi juga memulihkan dan membangun kembali kehidupan pelaku dalam masyarakat,” pungkas Prim Haryadi.(red)

Berita Terkait

Dugaan Bullying Mengemuka di Balik Tragedi Ledakan SMAN 72 Jakarta 
Kemenkum RI dan CISAC Jajaki Kerja Sama Perkuat Ekosistem Musik dan Digital
Djuyamto Mohon Keadilan Berdasarkan Ketuhanan, Bukan Tekanan Publik
Gubernur Riau Abdul Wahid Terjaring OTT KPK, Begini Kronologinya
Menkum Supratman: Pemerintah Perkuat Tata Kelola dan Transparansi Royalti Musik
K-MAKI Desak Kejagung Usut Dugaan KKN di Kabupaten Bone Bolango
Kanwil Kemenkum Bali Dukung Reformasi Notaris: Tingkatkan Layanan Hukum Prima
Kemenkum Bali Dorong Notaris Gianyar Terapkan PMPJ untuk Cegah Tindak Pidana

Berita Terkait

Minggu, 9 November 2025 - 11:14 WIB

Dugaan Bullying Mengemuka di Balik Tragedi Ledakan SMAN 72 Jakarta 

Sabtu, 8 November 2025 - 11:08 WIB

Kemenkum RI dan CISAC Jajaki Kerja Sama Perkuat Ekosistem Musik dan Digital

Senin, 3 November 2025 - 21:22 WIB

Gubernur Riau Abdul Wahid Terjaring OTT KPK, Begini Kronologinya

Sabtu, 1 November 2025 - 09:57 WIB

Menkum Supratman: Pemerintah Perkuat Tata Kelola dan Transparansi Royalti Musik

Kamis, 30 Oktober 2025 - 20:30 WIB

K-MAKI Desak Kejagung Usut Dugaan KKN di Kabupaten Bone Bolango

Berita Terbaru