Jakarta Mercinews.com – Presiden Vladimir Putin mengumumkan Rusia akan mengerahkan senjata nuklir taktis ke negara tetangga Ukraina, Belarus, memicu kekhawatiran perang bakal meluas.
Putin mengumumkan rencana pengerahan senjata nuklir ke Belarus itu pada akhir pekan lalu untuk menanggapi laporan terkait Ukraina.
Menurut laporan itu, Inggris disebut akan mengirimkan amunisi anti-tank yang mengandung uranium kadar rendah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Inggris sudah membantah laporan itu, tapi Putin tetap menganggap laporan itu bahaya sehingga Rusia harus mengerahkan senjata nuklir ke Belarus.
Ia menyatakan pengerahan semacam ini bukan hal asing, terutama jika melihat pergerakan Amerika Serikat di masa lampau.
“AS sudah melakukan ini selama berpuluh tahun. Mereka sudah lama mengerahkan senjata nuklir taktis mereka di wilayah sekutu mereka,” ucap Putin.
Lantas, apa yang akan terjadi jika Rusia benar-benar mengerahkan senjata nuklir ke Belarus?
Susi Snyder dari Kampanye Internasional untuk Menghapuskan Senjata Nuklir mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pengerahan senjata nuklir Rusia di Belarus bisa menyebabkan “konsekuensi yang sangat dahsyat.”
“Ini meningkatkan risiko penggunaan senjata nuklir dengan menambahkan lebih banyak aktor, yang mungkin berpotensi punya kemampuan untuk menjatuhkan bom nuklir dan menciptakan potensi kekacauan dan miskomunikasi,” kata Snyder.
Snyder menilai apabila senjata-senjata itu digunakan maka bisa menghasilkan dampak yang sama dengan tragedi di Hiroshima dan Nagasaki, bahkan lebih besar.
Senjata-senjata ini jika digunakan akan memiliki hasil yang serupa atau lebih besar daripada yang kita lihat di Hiroshima dan Nagasaki pada 1945. Mereka bisa menyebabkan kerusakan besar yang sangat dahsyat,” ucapnya.
Selain kekacauan, Belarus selaku “tuan rumah” tempat senjata nuklir juga bakal terkena imbas. Uni Eropa sudah mengancam bakal menjatuhkan sanksi baru ke Belarus jika Minsk menerima senjata nuklir Rusia.
“Belarus yang menjadi tuan rumah senjata nuklir Rusia dapat diartikan sebagai eskalasi dan ancaman tidak bertanggung jawab terhadap keamanan Eropa,” demikian twit kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell.
Ia kemudian melanjutkan, “UE siap merespons dengan sanksi lebih lanjut.”
Hubungan Belarus dan Uni Eropa memang cukup alot selama beberapa tahun belakangan. Ketegangan mulai terasa terutama ketika Uni Eropa menolak mengakui Alexander Lukashenko sebagai presiden Belarus pada 2020 lalu.
UE memandang pemilihan umum Belarus kala itu tidak bebas dan adil, serta melanggar standar-standar internasional. Sejak itu, UE terus menjatuhkan berbagai macam sanksi ke Belarus, mulai dari ekonomi, energi, teknologi, hingga pertahanan.
Hingga kini, Belarus sendiri belum mengonfirmasi rencana Putin tersebut. Namun, pengumuman Putin sudah memicu kecaman berbagai pihak, tak terkecuali Ukraina.
Ukraina sampai-sampai menyerukan rapat darurat Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kementerian Luar Negeri Ukraina menilai Rusia melanggar kewajibannya dalam perjanjian non-proliferasi nuklir.
Kyiv menuding Moskow merusak “arsitektur perlucutan senjata nuklir dan sistem keamanan internasional secara umum.”
Aliansi pertahanan NATO juga turut buka suara soal rencana Putin. NATO mengecam keras dengan menyebut bahwa wacana Putin berbahaya.
“Retorika nuklir Rusia berbahaya dan tak bertanggung jawab. NATO waspada dan kami memantau ketat situasi,” ujar juru bicara NATO, Oana Lungescu.
Meski demikian, Lungescu mengatakan negara-negara anggota NATO belum “melihat perubahan apa pun dari postur nuklir Rusia yang membuat kami harus menyesuaikan tindakan.”
(*)