Fadli Zon: Luka Mei 1998 Harus Dihormati, Tapi Sejarah Harus Jujur pada Fakta

Selasa, 17 Juni 2025 - 22:38 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Menbud RI, Fadli Zon.(Foto:Dok.Kemenbud RI)

Menbud RI, Fadli Zon.(Foto:Dok.Kemenbud RI)

“Sejarah yang adil adalah yang bisa menampung air mata, tapi juga bisa menyaring dusta.”

Jakarta, Mercinews.com – Menteri Kebudayaan (Menbud) RI, Fadli Zon, menegaskan bahwa pernyataannya terkait tragedi Mei 1998 bukanlah bentuk penyangkalan terhadap para korban, terutama korban kekerasan seksual. Ia mengajak masyarakat untuk bersikap dewasa dalam memaknai peristiwa kelam tersebut sebagai bagian penting dari sejarah bangsa.

“Setiap luka sejarah harus kita hormati. Tapi sejarah bukan hanya tentang emosi, ia juga tentang kejujuran pada data dan fakta,” ujar Fadli Zon dalam keterangan pers, Selasa (17/6/2025), menanggapi polemik seputar istilah “perkosaan massal” dalam tragedi Mei 1998.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Fadli mengakui bahwa pernyataannya menimbulkan kekecewaan di sejumlah kalangan. Namun menurutnya, bila dikaji secara utuh, ia justru mengajak semua pihak agar tidak terjebak dalam simplifikasi narasi yang bisa membelokkan fakta dan menyulitkan proses keadilan.

Baca Juga:  Mario Pamer mobil mewah saat penganiayaan David, Rafael Punya Rekening Rp56 Miliar

Ia menyoroti pentingnya ketepatan istilah, terutama dalam isu sensitif seperti kekerasan seksual. Penggunaan istilah “massal”, kata Fadli, seharusnya didukung oleh data akademik dan bukti hukum yang kuat.

Merujuk pada laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) tahun 1998, Fadli menjelaskan bahwa memang terdapat catatan kekerasan seksual, namun hingga kini belum ditemukan pola sistematis yang secara hukum internasional dapat dikategorikan sebagai “massal”.

“Ini bukan soal menyangkal korban. Ini soal menghindari penyimpulan yang terlalu cepat, yang justru bisa memperdalam luka dan menjauhkan kita dari kebenaran,” katanya tegas.

Baca Juga:  Perlindungan Wartawan Investigasi Diperkuat, Dewan Pers Gandeng LPSK dan Komnas Perempuan

Fadli juga menegaskan dukungannya terhadap penguatan lembaga seperti Komnas Perempuan dan mekanisme keadilan transisional. Ia menekankan bahwa empati tidak selalu harus emosional, tetapi bisa diiringi pendekatan rasional agar keadilan ditegakkan secara utuh.

“Tugas negara adalah menghormati para korban, tapi juga menulis sejarah secara bertanggung jawab—bukan karena tekanan, apalagi sensasi,” ujarnya.

Tidak sedang membantah

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno, juga memberikan klarifikasi terkait pernyataan Fadli Zon. Ia menegaskan bahwa Fadli tidak sedang membantah terjadinya kekerasan, melainkan mempertanyakan ketepatan penggunaan istilah “massal”.

“Fokusnya bukan pada ada atau tidaknya kekerasan, tapi pada ketepatan terminologi. Itu perlu dibedakan agar tidak terjadi kesalahpahaman,” jelas Pratikno.

Baca Juga:  Presiden Jokowi Minta Masyarakat Hindari Judi, Lebih Baik Ditabung Jadi Modal Usaha

Di tengah derasnya perdebatan publik, Fadli mengajak seluruh pihak untuk tidak saling menyalahkan. Menurutnya, sejarah yang adil adalah sejarah yang membuka ruang dialog dan pemahaman, bukan yang dibentuk atas asumsi yang belum tuntas.

“Ini bukan tentang saya. Ini tentang bagaimana kita, sebagai bangsa, menulis sejarah dengan kepala dingin, hati terbuka, dan kaki yang berpijak pada fakta,” tuturnya.

Fadli menutup pernyataannya dengan harapan agar polemik ini menjadi momentum introspeksi bersama, demi menolak dua hal sekaligus: lupa dan manipulasi. “Sejarah yang adil adalah yang bisa menampung air mata, tapi juga bisa menyaring dusta,” pungkasnya.(red)

Berita Terkait

Dugaan Bullying Mengemuka di Balik Tragedi Ledakan SMAN 72 Jakarta 
Kemenkum RI dan CISAC Jajaki Kerja Sama Perkuat Ekosistem Musik dan Digital
Pers Indonesia dan Perjuangan Palestina: Dari Solidaritas hingga Narasi Kemanusiaan
Djuyamto Mohon Keadilan Berdasarkan Ketuhanan, Bukan Tekanan Publik
Pertemuan Prabowo-Jonan Jadi Sinyal Pemerintahan Terbuka pada Gagasan dan Kritik
Ignasius Jonan Dua Jam Bertemu Prabowo di Istana, Ternyata Ini yang Dibahas
Gubernur Riau Abdul Wahid Terjaring OTT KPK, Begini Kronologinya
Bulan Solidaritas Palestina 2025 Dibuka, Indonesia Bergerak untuk Gaza dan Al-Aqsa

Berita Terkait

Minggu, 9 November 2025 - 11:14 WIB

Dugaan Bullying Mengemuka di Balik Tragedi Ledakan SMAN 72 Jakarta 

Sabtu, 8 November 2025 - 11:08 WIB

Kemenkum RI dan CISAC Jajaki Kerja Sama Perkuat Ekosistem Musik dan Digital

Sabtu, 8 November 2025 - 00:41 WIB

Pers Indonesia dan Perjuangan Palestina: Dari Solidaritas hingga Narasi Kemanusiaan

Senin, 3 November 2025 - 23:54 WIB

Pertemuan Prabowo-Jonan Jadi Sinyal Pemerintahan Terbuka pada Gagasan dan Kritik

Senin, 3 November 2025 - 22:20 WIB

Ignasius Jonan Dua Jam Bertemu Prabowo di Istana, Ternyata Ini yang Dibahas

Berita Terbaru