Paris, Mercinews.com – Mahasiswa di Paris yang terinspirasi oleh perkemahan solidaritas Gaza, Palestina, di kampus-kampus di Amerika Serikat (AS) memblokir akses ke gedung kampus di sebuah universitas bergengsi di Prancis. Pihak kampus pun memindahkan semua aktivitas belajar mengajar via daring.
Dilansir Associated Press, Sabtu (27/4/2024), demo pro-Palestina itu mengawali hari drama di Institut Studi Politik Paris, yang dikenal sebagai Sciences Po, pada Jumat (26/4) waktu setempat. Kampus elite itu merupakan almamater Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Prancis Gabriel Attal.
Para pengunjuk rasa pertama-tama menduduki gedung pusat kampus dan memblokir pintu masuknya dengan tong sampah, kayu, dan sepeda. Mereka juga berkumpul di jendela gedung, meneriakkan slogan-slogan pro-Palestina dan mengibarkan bendera serta plakat Palestina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada Jumat malam, demonstran pro-Palestina dan pro-Israel saling berhadapan dalam ketegangan di jalan di luar kampus. Polisi antihuru-hara turun tangan untuk memisahkan kelompok itu.
Saat malam tiba, sekelompok pengunjuk rasa pro-Palestina yang jumlahnya semakin berkurang menolak untuk mengalah dan mengabaikan perintah polisi untuk mengevakuasi jalan serta peringatan kemungkinan penangkapan. Akhirnya, para pengunjuk rasa keluar dari gedung sambil membawa bendera Palestina berukuran besar, disambut sorak-sorai oleh para pengunjuk rasa yang mendukung mereka di luar.
Mereka kemudian mulai bubar dengan damai meninggalkan daerah tersebut sambil diawasi oleh polisi. Salah satu tuntutan pengunjuk rasa adalah agar Sciences Po memutuskan hubungan dengan sekolah-sekolah Israel.
Dalam email kepada para mahasiswa, administrator Sciences Po Jean Bassères berjanji untuk mengadakan pertemuan pada pekan depan dan menangguhkan beberapa proses disipliner terhadap siswa. Sebagai imbalannya, mahasiswa ‘berkomitmen untuk tidak lagi mengganggu perkuliahan, ujian, dan semua aktivitas institusi lainnya’.
Perang Gaza menimbulkan perpecahan tajam di Prancis, yang memiliki populasi Islam dan Yahudi terbesar di Eropa Barat. Prancis pada awalnya berupaya melarang demonstrasi pro-Palestina setelah serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel yang memicu perang dan meningkatnya sikap antisemitisme.
Pada Rabu malam, lebih dari 100 pengunjuk rasa pro-Palestina juga menduduki amfiteater Sciences Po. Sebagian besar setuju untuk keluar setelah berdiskusi dengan manajemen tetapi sekelompok kecil mahasiswa tetap tinggal. Mereka dipindahkan oleh polisi malam itu juga.
Administrasi universitas menutup semua gedung universitas dan memindahkan kelas secara online pada hari Jumat. Dalam sebuah pernyataan, pihak kampus ‘mengutuk keras tindakan siswa yang menghalangi berfungsinya lembaga dan menghukum siswa, guru, dan karyawan Sciences Po’.
Louise, seorang pengunjuk rasa, mengatakan tindakan para mahasiswa tersebut terinspirasi oleh demonstrasi serupa di Universitas Columbia di New York dan kampus-kampus AS lainnya.
Tetapi solidaritas kami tetap menjadi yang pertama dan terutama terhadap rakyat Palestina,” katanya. Dia berbicara dengan syarat hanya nama depannya yang digunakan karena khawatir akan dampaknya.
Mahasiswa yang memprotes perang Israel-Hamas telah melakukan demonstrasi di Universitas Columbia, salah satu dari sejumlah demonstrasi yang mengguncang kampus-kampus elite di AS. Ratusan mahasiswa dan bahkan beberapa profesor telah ditangkap di seluruh AS gara-gara ikut demo. []