“Seluruh advokat Indonesia lintas organisasi sangat perlu secara bersama-sama mengawal pembahasan RUU KUHAP ini.”
Oleh Jhon S.E Panggabean, S.H., M.H.
Advokat adalah salah satu penegak hukum yang termasuk dalam Catur Wangsa Penegak Hukum di Indonesia bersama dengan kepolisian, jaksa penuntut umum, dan hakim. Secara faktual, peran profesi advokat jauh lebih luas dari profesi penegak hukum lainnya dalam proses penanganan perkara pidana, karena advokat sejak awal proses perkara pidana telah hadir sejak penyelidikan, penyidikan, proses pemeriksaan di tingkat pengadilan negeri, banding, dan kasasi, serta peninjauan kembali bahkan saat eksekusi putusan, advokat selalu hadir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sedangkan polisi sebagai penyidik hanya hadir sejak dari penyelidikan sampai penyidikan. Jaksa penuntut umum hadir sejak proses penuntutan dan proses pemeriksaan di pengadilan. Hakim pengadilan negeri hadir saat proses pemeriksaan di tingkat pengadilan negeri, hakim tinggi hadir sebatas pemeriksaan di pengadilan tinggi, serta hakim agung hadir saat proses pemeriksaan kasasi dan hakim agung lainnya hadir saat proses pemeriksaan peninjauan kembali.
Oleh karena peranan advokat dalam proses penegakan hukum dan keadilan dalam masyarakat Indonesia sangat luas, maka sangat dibutuhkan payung hukum untuk melindungi peranan advokat tersebut dan perlu dipertegas dalam berbagai ketentuan perundang-undangan di Indonesia, termasuk dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang saat ini sedang dibahas di DPR.
Bahwa saat dengar pendapat di DPR pada tanggal 24 Maret 2025, Peradi SAI dipimpin Ketua Umum Dr. Juniver Girsang, S.H., M.H. bersama tim termasuk penulis, telah memberikan masukan atau usulan agar dimasukkan dalam RUU KUHAP serta usulan pasal-pasal yang harus dihapus dalam RUU KUHAP tersebut.
Usulan Peradi-SAI dalam Dengar Pendapat di DPR
Adapun usulan Peradi SAI saat dengar pendapat di DPR tersebut agar dimasukkan dalam KUHAP antara lain:
(i) Advokat adalah sebagai bagian dari penegak hukum, bebas dan berdiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan yang setara dengan penegak hukum lainnya (hal ini selaras dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan penjelasan);
(ii) Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien, baik di dalam maupun luar pengadilan. Hal ini selaras dengan Pasal 16 UU Advokat dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 26/PUU-XI/2013);
(iii) Dalam menjalankan profesinya, advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan (hal ini selaras dengan Pasal 17 UU Advokat dan penjelasan);
(iv) Agar dalam setiap gelar perkara dalam penyidikan, penasihat hukum (advokat) dilibatkan (hadir).
Pasal Bermasalah yang Perlu Dihapus
Sedangkan usulan yang harus dihapus dalam RUU KUHAP menyangkut antara lain: Pasal 142 ayat (3) menyatakan advokat dilarang:
- menyalahgunakan hak untuk berkomunikasi dan mengunjungi tersangka, terdakwa, atau terpidana;
- memberikan pendapat di luar pengadilan terkait permasalahan kliennya;
- memengaruhi tersangka atau saksi untuk tidak mengatakan hal yang sebenarnya.
Adapun alasan penghapusan pasal ini secara keseluruhan karena bertentangan dengan hak konstitusional dan hak advokat. Larangan tersebut jelas menghambat tugas pembelaan terhadap tersangka, terdakwa, atau korban. Apalagi dalam RUU KUHAP tidak ada larangan terhadap penyidik, penuntut umum maupun hakim. Sehingga larangan ini merupakan ketentuan yang tendensius dan tidak tepat diberlakukan terhadap profesi advokat, sehingga haruslah dihapus.
Dalam dengar pendapat Peradi SAI tersebut ada beberapa usulan yang telah disetujui oleh semua fraksi untuk dimasukkan dalam RUU KUHAP tersebut antara lain memasukkan hak imunitas advokat. Sedangkan pasal yang disetujui oleh semua fraksi untuk dihapus yakni Pasal 142 tentang larangan terhadap advokat dan Pasal 306 ayat (3) huruf c RUU KUHAP yang menentukan apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan Jaksa Agung menjatuhkan putusan berupa putusan pemidanaan dengan menentukan ketentuan pidana atau ketentuan yang lebih berat. Pasal ini dihapus karena bertentangan dengan Pasal 302 ayat (2) yang menyatakan: “Permintaan peninjauan kembali hanya dapat diajukan oleh pihak terpidana.”
Selain masukan Peradi SAI yang secara jelas dan lengkap diuraikan dalam dengar pendapat tersebut, juga diserahkan secara tertulis masukan secara lengkap tentang pasal-pasal RUU KUHAP baik tentang proses pemeriksaan di tingkat penyidikan, pemeriksaan di pengadilan negeri, banding, kasasi, dan peninjauan kembali, di mana Peradi SAI telah memasukkan usulan secara mendalam terutama keberadaan advokat.
Pengawalan Bersama hingga KUHAP Disahkan
Bahwa sekalipun Peradi SAI telah memberikan masukan secara terperinci dan menyerahkan secara tertulis dokumen serta sudah ada beberapa hal yang diusulkan untuk dimasukkan dalam KUHAP yang telah disetujui semua fraksi serta pasal tentang larangan terhadap advokat telah dibatalkan (didrop/ dihapus), namun menurut penulis, pembahasan RUU KUHAP yang saat ini masih berlangsung perlu tetap dikawal sampai diundangkannya KUHAP baru yang rencananya akan diberlakukan pada Januari 2026 bersamaan dengan berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023.
Untuk itu, seluruh advokat Indonesia lintas organisasi (terlepas dari organisasi advokat mana pun) sangat perlu secara bersama-sama mengawal pembahasan RUU KUHAP ini.
Penulis mempunyai keyakinan bahwa Komisi III DPR yang mayoritas berlatar belakang sarjana hukum bahkan ada yang sebelumnya berprofesi sebagai advokat, memahami perlunya penguatan fungsi dan wewenang advokat untuk dimasukkan dalam KUHAP yang baru. Sehingga semua masukan dari Peradi SAI atas pasal-pasal yang telah disetujui dihapus/didrop serta ketentuan hak imunitas advokat dan lainnya yang telah disetujui untuk dimasukkan dan telah disetujui semua fraksi/diketok, tidak berubah lagi. Semoga.
Penulis, Jhon S.E. Panggabean, S.H., M.H., adalah advokat senior yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Peradi-SAI.
Disclaimer:
Opini dalam artikel ini sepenuhnya merupakan pandangan pribadi penulis. Ditulis untuk tujuan edukatif dan kontribusi pemikiran dalam pembaruan hukum.





