“Semoga program ini bisa diperbaiki. Jangan sampai lima tahun ke depan hanya menjadi proyek bisnis, sementara anak-anak kita dijadikan kelinci percobaan.”
Jakarta, Mercinews.com – Praktisi hukum H. M. Ilal Ferhard menilai kasus keracunan yang terjadi dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) harus menjadi bahan evaluasi serius pemerintah. Menurutnya, kejadian tersebut tidak bisa dipungkiri terjadi di beberapa daerah, meski tidak semua dapur pelaksana program mengalami hal serupa.
Ilal menjelaskan, pelaksanaan MBG saat ini dikelola melalui dua jenis dapur, yakni dapur yang didanai langsung oleh Badan Gizi Nasional (BGN) dan dapur yang dikelola secara mandiri. Namun, keduanya tetap berada di bawah standar yang ditetapkan BGN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Karena ini program pemerintah pusat dan baru dijalankan setelah Presiden Prabowo terpilih, suka tidak suka, mau tidak mau, harus dilaksanakan sesuai janji kampanye. Bukan sekadar omon-omon,” kata Ilal dalam keterangan tertulis Sabtu (27/9/2025).
Meski begitu, ia menegaskan kasus keracunan dan dugaan makanan kedaluwarsa adalah alarm penting untuk mengevaluasi kinerja BGN, terutama dalam memonitor dapur-dapur di seluruh Indonesia.
Ia pun mempertanyakan kemampuan lembaga tersebut dalam mengawasi pelaksanaan program di lapangan.
“Apalagi ada dugaan 5.000 titik dapur fiktif dan isu adanya keterlibatan anggota DPR-RI dalam bisnis ini. Sistem dan SDM harus dibenahi. Jangan dibiarkan tanpa solusi,” ungkapnya.
Ilal menekankan, kegagalan dalam memastikan kualitas dan distribusi makanan akan berdampak pada hilangnya kepercayaan publik terhadap program MBG.
Kondisi itu, menurutnya, berpotensi menimbulkan konflik politik dan saling tuding, seolah-olah program ini telah dipolitisasi.
“Dampaknya merusak citra pemerintah. Banyak orang akhirnya berpikir lebih baik dana diberikan langsung kepada guru atau wali murid, daripada dipaksakan program yang sistemnya belum efektif,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan bahwa masyarakat lebih membutuhkan kepastian kualitas gizi, bukan sekadar pelaksanaan formalitas.
“Uang lebih baik daripada harus keracunan, karena sistem MBG masih dalam tahap uji coba lima tahun ke depan. Baru beberapa bulan berjalan saja sudah muncul masalah,” tambahnya.
Ilal berharap program MBG tidak dijadikan ajang bisnis maupun percobaan semata. Ia mengingatkan bahwa anak-anak sekolah yang menjadi penerima manfaat berhak mendapatkan gizi terbaik, bukan justru menjadi korban dari kelemahan sistem.
“Semoga program ini bisa diperbaiki. Jangan sampai lima tahun ke depan hanya menjadi proyek bisnis, sementara anak-anak kita dijadikan kelinci percobaan,” pungkasnya.(red)