Washington, Mercinews.com – Beberapa jaringan internet internal calon presiden AS Donald Trump diretas dari luar negeri, kata kantor pusat kampanye.
Publikasi tersebut mencatat bahwa surat kabar pertama yang melaporkan peretasan tersebut adalah Politico, yang menerima email berisi dokumen dari markas kampanye.
“Dokumen-dokumen ini diperoleh secara ilegal dari sumber-sumber asing yang memusuhi Amerika Serikat untuk mengganggu pemilu 2024 dan mengacaukan seluruh proses demokrasi kita,” kata juru bicara kampanye Trump Stephen Chung kepada The Hill.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut informasi yang dipublikasikan di media Amerika, termasuk surat kabar Politico, dua minggu lalu tim kampanye Trump mulai menerima email dari “Robert” tertentu, yang berisi dokumen bocor terkait aktivitas kandidat. Chung mengklaim bahwa dokumen-dokumen tersebut diperoleh secara ilegal dari sumber asing yang memusuhi Amerika Serikat.
Tujuan penyerangan ini, kata dia, adalah untuk ikut campur dalam pemilu 2024 dan mengganggu stabilitas proses demokrasi di Tanah Air.
Menariknya, tim kampanye Trump mengutip laporan Microsoft yang dirilis pada tanggal 9 Agustus yang mengatakan bahwa peretas Iran mengirim email phishing ke pejabat senior kampanye presiden pada bulan Juni.
Namun, Microsoft sendiri tidak merinci kampanye siapa yang menjadi target serangan tersebut.
Menurut Politico, kebocoran korespondensi kampanye internal pertama terjadi pada 22 Juli, dan di antara kebocoran tersebut bahkan terdapat dokumen internal setebal 271 halaman tentang Senator Ohio J.D. Vance, yang dipilih oleh Trump sebagai calon wakil presidennya.
Hal ini menggarisbawahi betapa seriusnya ancaman terhadap kampanye pemilu ketika semua informasi mengenai tokoh-tokoh penting tersedia bagi pihak luar.
Identitas pengirim, yang mengatakan kepada Politico “tidak peduli” dari mana dia mendapatkan dokumen tersebut, juga menimbulkan pertanyaan.
Identitas pengirim, yang mengatakan kepada Politico “tidak peduli” dari mana dia mendapatkan dokumen tersebut, juga menimbulkan pertanyaan.
Perlu dicatat bahwa serangan peretas terhadap markas pemilu bukanlah hal baru di Amerika Serikat. Pada tahun 2016, menjelang pemilihan presiden, dokumen internal dan korespondensi pejabat tinggi Partai Demokrat bocor, yang menimbulkan kegaduhan besar dan tuduhan adanya campur tangan asing.
Masalah keamanan siber kini menjadi lebih mendesak dibandingkan sebelumnya, dan situasi ini semakin menegaskan perlunya tindakan yang lebih ketat untuk melindungi informasi menjelang pemilu.
(m/c)