Jakarta, Mercinews.com – Peluncuran perdana H3, roket luar angkasa terbaru milik Jepang, tak sesuai harapan.
Nasib roket senilai 200 miliar yen atau setara Rp22 triliun ini berakhir hancur.
Badan antariksa Jepang JAXA melaporkan, sekitar 15 menit setelah lepas landas pada Selasa (7/3) waktu setempat, ruang misi kontrol mengeluarkan perintah penghancuran roket.
“Perintah penghancuran dikirimkan sekitar pukul 10:52 ( waktu Jepang), karena tidak ada kemungkinan untuk mencapai misi tersebut,” demikian pernyataan JAXA seperti dikutip dari CNN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tahap kedua dari roket H3 tidak menyala. Roket yang lepas landas dari Tanegashima Space Center di selatan Jepang, membawa Advance Land Observation Satellite-3 (ALOS-3), pengorbit pencitraan dan pemetaan tanah yang menurut JAXA direncanakan sebagai alat bantu canggih untuk penanggulangan bencana.
“ALOS-3 akan mencakup semua wilayah daratan tidak hanya Jepang tetapi juga di seluruh dunia,” kata JAXA.
Peluncuran pada Selasa (7/3) sejatinya merupakan upaya kedua JAXA mengirim H3 ke luar angkasa.
Sebelumnya, pada 17 Februari, dua mesin pendorong sekunder yang dipasang di sisi kendaraan luar angkasa itu tidak menyala di landasan peluncuran dan H3 gagal lepas landas.
JAXA menyebut H3 adalah penerus roket H-2A dan H-2B Jepang, dengan konfigurasi fleksibel berdasarkan apa yang diperlukan untuk diangkat ke orbit. H3 mengemban misi pemerintah maupun komersial.
H3 digadang-gadang sebagai roket yang lebih ekonomis dibandingkan kendaraan peluncuran lainnya, karena memanfaatkan komponen yang diproduksi industri domestik seperti industri mobil Jepang, bukan produk eksklusif untuk penggunaan luar angkasa.
“Dengan beberapa konfigurasi, H3 menawarkan kinerja dan harga yang sesuai untuk tujuan masing-masing satelit.
Kami bertujuan menciptakan dunia operasional di mana basis industri Jepang dapat didukung dengan terus meluncurkan H3 enam kali atau lebih setiap tahun selama 20 tahun,” harap JAXA.
Mitsubishi Heavy Industries adalah kontraktor utama untuk roket tersebut. NHK melaporkan, JAXA dan Mitsubishi telah menghabiskan lebih dari USD 1,5 miliar untuk proyek tersebut sejak dimulainya sembilan tahun lalu.
(m/c)