Jakarta, Mercinews.com – Mata uang rupiah kembali berada di bawah tekanan pada awal perdagangan Senin (3/11), sementara dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan penguatan terhadap rupiah hingga ke kisaran Rp 16.645.
Data transaksi pasar menunjuk bahwa rupiah melemah atas Dolar AS yang kini berada di level yang belum lama ini menjadi perhatian pelaku pasar, seiring meningkatnya kewaspadaan terhadap kondisi ekonomi global.
Menurut laporan Bloomberg, dolar AS telah menguat sekitar 0,08% dibandingkan penutupan akhir pekan lalu, menandakan minat investor untuk bergeser ke mata uang safe-haven tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pembukaan awal pekan memperlihatkan bahwa dolar bergerak di kisaran Rp 16.635 hingga Rp 16.645, menambah beban bagi rupiah yang belum menunjukkan sinyal pemulihan signifikan.
Pergerakan dolar terhadap mata uang global menunjukkan dinamika yang menarik. Dolar AS tercatat melemah terhadap euro, namun menguat terhadap yen Jepang, dolar Kanada, dan dolar Australia.
Variasi ini mencerminkan bahwa penguatan dolar bukan hanya terkait kondisi domestik Indonesia, tapi juga reaksi pasar terhadap perkembangan ekonomi Amerika Serikat, kebijakan suku bunga dan aliran modal internasional.
Sementara itu, di pasar lokal tercatat bahwa kurs referensi JISDOR Bank Indonesia tercatat di angka serupa, yaitu Rp 16.645 per dolar AS. Penguatan dolar dan pelemahan rupiah ini terjadi di tengah kondisi global yang terus menguji stabilitas mata uang negara-negara berkembang.
Beberapa analis mengaitkan pelemahan rupiah dengan keputusan bank sentral untuk menahan kebijakan suku bunga, serta keluarnya modal asing yang mempertimbangkan potensi imbal hasil dan risiko di negara emerging market.
Tekanan eksternal juga menjadi faktor penting dalam pergerakan nilai tukar. Ketidakpastian global meliputi geopolitik, tekanan inflasi, dan proyeksi suku bunga AS membuat investor mengambil posisi defensif, salah satunya dengan menahan dolar.
Di dalam negeri, kondisi pasar saham yang belum sepenuhnya pulih serta kebutuhan impor yang tinggi turut memperberat tekanan terhadap rupiah.
Tingkatkan Kewaspadaan
Para pengamat pasar memandang bahwa situasi ini mengharuskan otoritas moneter untuk meningkatkan kewaspadaan. Intervensi di pasar valas, serta kebijakan makroekonomi yang menunjukkan kredibilitas fiskal dan moneter, dianggap sebagai kunci untuk meredam pelemahan lebih lanjut. Namun, hingga sinyal tersebut muncul secara nyata, rupiah diperkirakan akan menghadapi tantangan yang berat.
Bagi masyarakat dan pelaku usaha, penguatan dolar ke kisaran Rp 16.600-an memiliki makna tersendiri. Biaya impor menjadi lebih tinggi, utang valuta asing bisa terdampak, dan daya beli masyarakat bisa tergerus bila inflasi naik.
Sektor ekspor, pada sisi lain, bisa mendapatkan manfaat dari rupiah yang lebih lemah, meski manfaat tersebut kerap diliputi ketidakpastian.
Dengan demikian, meskipun penguatan dolar AS belum terlalu dramatis, momentum ini menjadi penanda bahwa rupiah masih berada dalam kondisi rawan.
Kebijakan yang tepat dan cepat diperlukan agar tekanan tidak berubah menjadi pelemahan terus-menerus yang membawa imbas lebih luas bagi perekonomian nasional.(red)






