Banda Aceh, Mercinews.com – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh ( DPRA) sedang mempersiapkan draf perubahan atau revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh ( UUPA).
Bahkan, DPRA baru saja menjaring aspirasi dan masukan dari seluruh unsur masyarakat Aceh, terkait aturan dimaksud dari tanggal 26 Februari hingga 9 Maret 2023.
Direncanakan draf perubahan UUPA akan diserahkan ke pemerintah pusat pada bulan depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di tengah proses yang sedang berlangsung, secara mengejutkan, mantan Pangdam Iskandar Muda, Mayor Jenderal TNI (Purn) Teuku Abdul Hafil Fuddin SH SIP MH mengatakan, saat ini UUPA tidak perlu dilakukan revisi.
“Namun yang harus dilakukan adalah mempertegas implementasi dari setiap pasal dalam UUPA yang belum dibuat. Ada beberapa qanun dan PP yang masih belum selesai,” kata Hafil Selasa (28/3/2023).seperti dilansir Serambinews,
Menurut Hafil, melakukan revisi UUPA tersebut tidak mudah, harus ada kekuatan yang mengamankan di parlemen/DPR RI.
Jika tidak, bisa-bisa nantinya ada pasal yang akan hilang, karena pada saat itu UUPA lahir dalam perjuangan dan ada tekanan dari masyarakat Aceh.
Sekarang dinamika perjuangan tentu akan berbeda. Siapa yang mampu mengamankan revisi UUPA agar sesuai dengan harapan rakyat Aceh dan amanah MoU Helsinki?,” tanya jenderal bintang dua itu.
Dia juga mengatakan pengalamannya ketika bertugas di Kemenkopolhukam, di mana merevisi sebuah UU tidaklah mudah karena melibatkan seluruh kementerian dan lembaga dalam penyusunannya, bukan hanya DPR RI saja.
“Saat ini yang harus dilakukan sebenarnya buat tim adhoc pengamanan implementasi UUPA, banyak pasal yang belum ada turunannya baik qanun maupun PP,” tegasnya.
Menurut putra asal Aceh Selatan ini, UUPA saat ini sudah sangat kuat untuk Pemerintah Aceh.
Jadi, yang harus dilakukan tim advokasi yang telah dibentuk yakni harus mampu mendorong pemerintah pusat mempertegas kekhususkan Aceh dalam UUPA yang sudah ada.
Perlu diingat UUPA tersebut bukan hanya untuk DPRA, tetapi untuk Pemerintah Aceh,” katanya.
Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa UUPA yang sekarang ini sudah lumayan baik, kalaupun ada kekurangan tinggal dipertegas dalam qanun atau Peraturan Pemerintah (PP).
Ingat, lahirnya UUPA merupakan penjabaran dari MoU Helsinki. Jadi ada nilai-nilai perjuangan rakyat Aceh yang tidak boleh dilupakan, dan harus dipertahankan. Bahaya kalau kita tidak bisa mengamankan, kekuatan kita hanya 13 orang di DPR RI,” lanjutnya.
Untuk itu, Hafil mengajak pemangku kepentingan di Aceh untuk belajar dari Papua.
Menurutnya, UU Otsus Papua tidak direvisi, tapi dana otsusnya yang perlu diperpanjang.
Hal itu sah-sah saja dapat dilakukan melalui Inpres perubahan UU Otsus Papua karena adanya pembentukan provinsi baru.
“Jadi, menurut saya UUPA tidak perlu direvisi, tapi perpanjangan otsus dapat dilakukan dengan Inpres, maka perlu tim yang kuat untuk negosiasi dengan pemerintah pusat,” tutupnya.
(*)