London, Mercinews.com – Manchester United menang 2-0 atas Newcastle United di Final Carabao Cup 2022/2023. Hasil ini membuat Setan Merah menjadi juara.
Jalannya pertandingan MU vs Newcastle
MU menekan sejak menit awal dan berupaya mencari gol secepatnya. MU dan Newcastle saling membalas serangan di awal pertandingan
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Peluang pertama lahir di menit ke-13 saat umpan silang Casemiro menemui Wout Weghorst di kotak penalti. Bola ditanduk Weghorst, tapi bisa diamankan Loris Karius.
Empat menit kemudian MU mendapat peluang lagi untuk bikin gol. David de Gea mengarahkan bola langsung ke pertahanan Newcastle dan menggapai Marcus Rashford.
Rashford mengembalikan ke Antony yang menuntaskan dengan sepakan melengkung dan bisa diamankan Karius.
Newcastle lebih banyak bertahan dan jarang mendapat kesempatan di kotak penalti MU. Di 25 menit awal, Newcastle memang menguasai bola dengan 57 persen.
Newcastle memperoleh peluang pertamanya di menit ke-31 ketika Allan Saint-Maximin menerima bola di kotak penalti dan lepas dari kawalan Diogo Dalot, sebelum menembak ke gawang. De Gea bisa mengadang bola dengan kakinya.
Casemiro! MU memecah kebuntuan pada menit ke-33 ketika umpan free kick Luke Shaw menemui Casemiro di kotak penalti. Tanpa kawalan, Casemiro dengan mudah menanduk bola ke gawang Karius.
VAR sempat mengecek apakah Casemiro dalam posisi offside, tapi tetap disahkan karena ada Callum Wilson yang membuatnya tetap onside.
Rashford menggandakan skor jadi 2-0 untuk MU pada menit ke-39. Weghorst mendapat bola dari Casemiro di kotak penalti dan mengopernya kepada Rashford.
Rashford menembak bola yang sempat mengenai Sven Botman dan berupaya ditepis Karius, tapi tetap masuk ke gawang. Gol ini akhirnya dianggap bunuh diri Botman.
Bruno Guimaraes pada menit ke-43 punya kans memperkecil skor tapi bola tandukannya masih melayang di atas mistar.
Karius menggagalkan peluang MU di masa injury time, lewat Antony yang menembak dari luar kotak penalti namun bisa ditepis.
Skor 2-0 bertahan hingga turun minum.
MU langsung tancap gas di awal babak kedua. Fred mendapat bola di depan kotak penalti dan dituntaskan dengan sepakan melengkung yang menyamping tipis.
Semenit kemudian giliran Antony yang menembak ke gawang Newcastle namun bisa diamankan Karius.
Setelah itu pertandingan berjalan dengan tempo datar karena kedua tim tidak banyak membuat peluang. Barulah selepas menit ke-70, MU dan Newcastle mulai coba mencari gol.
Kieran Trippier pada menit ke-72 mendapat umpan dari Guimaraes dan menuntaskan sepakan dari luar kotak penalti, namun De Gea bisa menepisnya.
Dua menit kemudian giliran MU yang punya kans lewat Rashford. Usai mendapat bola dari Marcel Sabitzer, Rashford melepaskan diri dari kawalan Fabian Schar, sebelum menembak dan bisa ditepis Karius.
Pertandingan sedikit “memanas” di injury time ketika dua tim saling bertukar serangan. Pada menit ke-91, Joelinton membuat De Gea harus terbang untuk menepis bola tandukannya.
Tiga menit kemudian giliran Fernandes yang dalam posisi bebas di kotak penalti. Tinggal berhadapan dengan Karius, sepakan Fernandes bisa ditepis.
Sementara Pelatih seperti Erik ten Hag selalu bernafsu memburu trofi dan gelar juara karena ini menjadi petunjuk mengenai sampai level mana kemajuan sebuah tim dan eksistensinya sebagai manajer. Yang lebih penting lagi adalah trofi melecut kepercayaan diri seluruh anggota tim bahwa mereka bisa mencapai level puncak.
Kepercayaan diri seperti itu sangat penting bagi tim raksasa yang lama tak lagi meraih apa-apa seperti dirasakan Manchester United selama enam tahun terakhir.
Trofi, sekalipun hanya Carabao Cup atau Piala Liga Inggris, menjadi percikan yang memantik api besar merengkuh trofi-trofi lainnya yang juga berarti tentang kemenangan, rekor dan level. Itu suasana yang kini menyelimuti Manchester United. Kutukan sudah terlepas dari mereka.
Dalam konteks Manchester United, kutukan itu hilang karena pengaruh seorang pelatih yang juga jelas berkualitas pemimpin keras hati yang menguatkan hati seluruh anggota tim. Dalam beberapa hal Ten Hag adalah Alex Ferguson jilid dua untuk Setan Merah.
Sebenarnya dunia sepak bola tak perlu heran dengan pencapaian ten Hag bersama United saat ini.
Dia selalu membuat revolusi di tempat dia bekerja sebelum di Old Trafford, baik itu di Utrecht maupun Ajax Amsterdam. Kiprahnya saat mengasuh tim kedua Bayern Muenchen sebelum menangani Utrecht pun terbilang bagus.
Dia sukses menjadikan Ajax menjadi kembali salah satu raksasa Eropa walau nilai klub ini hanya satu per 12 nilai Manchester United yang kini ditanganinya.
Nilai pasar Ajax “hanya” 364,3 juta euro, sebaliknya Manchester United bernilai 4,6 miliar euro, bahkan keluarga Glazer yang saat ini memiliki klub ini menaksir angka 6 miliar euro.
Dia sukses memoles pemain-pemain muda yang sebelumnya tak dikenal dunia menjadi pemain-pemain adalah yang lalu menjadi tulang punggung tim-tim besar Eropa, dari Barcelona sampai Juventus, dari Prancis sampai Inggris.
Jika dia berhasil menciptakan etos juara dan mengubah pemain-pemain biasa menjadi luar biasa yang bahkan dari klub yang nilai pasarnya lebih rendah, mengapa dia tak bisa melakukannya kepada klub sekaya raya Setan Merah yang mampu membeli pemain-pemain paling mahal sekalipun?
Manajer yang berani
Faktanya hanya dalam enam bulan pertamanya bersama United, dia sudah menjadi pelatih dan manajer yang mengubah atmosfer klub menjadi jauh lebih baik.
BBC menyebut ten Hag manajer transformatif yang memiliki wibawa dan ketajaman meracik taktik.
Memang masih terlalu dini untuk menilai apakah Mancheter United tengah berubah menjadi tim seperti tim yang ditangani Sir Alex Ferguson yang sudah menjadi benchmark untuk pelatih mana pun yang menangani Setan Merah kemudian.
Namun, bagi tim yang selama musim ini bisa mengalahkan semua tim hebat di Inggris termasuk Manchester City dan Arsenal, bahkan klub sefantastis Barcelona, apa yang dicapai United menegaskan adanya perubahan suasana hati dalam klub yang sudah 10 tahun tak pernah lagi menjuarai Liga Premier Inggris itu.
Yang menjadi episentrum dari perubahan baik guncangan gempa seperti terjadi saat ini di Old Trafford adalah tentu saja Erik ten Hag.
Sikap dan tindakannya dalam menanggapi kekalahan timnya dan buruknya permainan pemain-pemainnya adalah satu faktor yang membedakan dia dari manajer-manajer United sebelumnya, kecuali Sir Alex.
Ada unsur kesegeraan dan dampratan menuju keadaan lebih baik di balik sikap dan laku dia sebelum ini.
Lihat saja bagaimana dia marah besar sampai kemudian membatalkan janji libur dari berlatih setelah dibekuk Brighton & Hove Albion dengan 1-2 dan bahkan diganyang Brentford 0-4 dalam enam hari, yang membuat MU menjadi bahan tertawaan.
Ten Hag menilai pemain-pemainnya pemalas tak mau berlari, dan untuk itu dia menggembleng untuk berlari setara dengan jarak mereka kalah ngotot dalam berlari mengejar bola saat melawan Brentford.
Pelatih berusia 53 tahun itu bahkan ikut berlari bersama pemain-pemainnya seolah ingin memberi pesan bahwa kekalahan di kandang Brentford adalah tak termaafkan.
Dia paksa seluruh pemain untuk saling menilai dalam rangka koreksi besar dalam tim. Ternyata, formula ini efektif. Sepuluh hari setelah ditelan bulat-bulat 0-4 oleh Brentford pada 13 Agustus, United menggulung Liverpool 2-1 di Old Trafford.
Setelah itu mereka perlahan bangkit, bahkan membabat tim yang saat ini memuncaki klasemen liga, Arsenal, dengan 3-1 pada awal September tahun lalu.
Ten Hag bahkan berani memarginalkan pemain-pemain kesayangan klub dan penggemar, termasuk Cristiano Ronaldo dan Harry Maguire. Dia menyisihkan pemain-pemain itu bukan karena iri oleh kebintangan mereka, melainkan karena kebintangan mereka telah membuat tim tak bisa mengeluarkan kemampuan terbaiknya dan tak bermain dalam semangat tim.
Jadi fondasi
Hal lain yang mengesankan dari ten Hag adalah tak mau membeda-bedakan level kompetisi Piala FA, Piala Liga, Liga Europa, dan kompetisi reguler Liga Premier. Bagi dia, dalam periode sesulit ini, semua kompetisi itu sama penting dan sama mendesaknya untuk dimenangkan.
Mereka melihat Piala Liga sama seriusnya dengan melihat setiap pertandingan liga. Hasilnya, Setan Merah mengakhiri dahaga trofi selama enam tahun dengan menjuarai Piala Liga setelah menaklukkan Newcastle United dua gol tanpa balas dalam final 26 Februari kemarin.
Mereka menjadi satu-satunya tim Liga Inggris yang masih dalam rel merebut empat trofi dalam satu musim. Pertama, Piala Liga yang sudah mereka rebut. Kedua, Piala FA, yang Kamis dini hari nanti bakal mempertemukan mereka dengan West Ham United dalam babak kelima kompetisi ini.
Ketiga, Liga Europa yang memasuki 16 besar setelah mereka menyisihkan jago Eropa, Barcelona, untuk selanjutnya ditantang Real Betis. Terakhir, Liga Inggris di mana mereka tertinggal delapan poin dari pemuncak klasemen Arsenal.
Mengingat kompetisi masih panjang, masih sangat terbuka bagi United untuk menjadi tim yang finis di puncak tiga kompetisi itu.
Para pendukung United sendiri dari waktu ke waktu bertambah yakin United bakal kembali ke posisi elite seperti sepuluh tahun lalu.
Sukses menjuarai Piala Liga memberi fondasi dan acuan kuat bagi United untuk melangkah lebih jauh dalam optimisme dan keyakinan yang semakin besar dari pekan ke pekan.
Sebelum menyingkirkan Barcelona dari Liga Europa dan memperdaya Newcastle dalam final Piala Liga, catatan United setelah jeda Piala Dunia 2022 bahkan lebih mengesankan ketimbang Arsenal dan Manchester City.
Mereka menjalani pertandingan jauh lebih banyak dari pada kedua tim itu. Memang tak selalu menang, tapi mereka baru sekali kalah selama periode itu. Sebaliknya, Arsenal dan Manchester City masing-masing sudah dua dan tiga kali kalah.
Jika Arsenal melalui 10 pertandingan terakhirnya sejak jeda Piala Dunia 2022 dengan tujuh kemenangan, dua kekalahan dan sekali seri untuk mendapatkan 19 poin dari 8 pertandingan liga, maka United mengumpulkan 26 poin dari 11 pertandingan liga, dan 15 kemenangan serta tiga seri dari 19 pertandingan terakhir dalam semua kompetisi.
Catatan United itu lebih baik dibandingkan dengan 15 laga terakhir City sejak jeda Piala Dunia 2022. City sudah melewati 15 laga yang tiga di antaranya berakhir dengan kekalahan, dan mendapatkan 24 poin dari 11 pertandingan liga terakhirnya.
Ini semua menjadi bagian untuk fondasi lebih kuat dalam menjalani setiap laga dan kompetisi yang masih harus dijalani United.
Susunan pemain
Man United: David de Gea; Diogo Dalot (Aaron Wan-Bissaka 46′), Raphael Varane, Lisandro Martinez, Luke Shaw; Fred (Marcel Sabitzer 69′), Casemiro; Antony (Jadon Sancho 83′), Bruno Fernandes, Marcus Rashford; Wout Weghorst (Scott McTominay 70′).
Newcastle United: Loris Karius; Kieran Trippier, Fabian Schar, Sven Botman, Dan Burn; Sean Longstaff (Alexander Isak 46′), Bruno Guimaraes (Joe Willock 79′), Joelinton; Miguel Almiron, Callum Wilson (Jacob Murphy 78′), Allan Saint-Maximin.
(*)