LHOKSEUMAWE, Mercinews.com – Anggota Komite IV DPD RI, H Sudirman Haji Uma mempertanyakan penyaluran Dana Desa saat kunjungan kerja (kunker) ke Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG) Lhokseumawe, Kamis (18/4/2024).
Kunker tersebut dilakukan Haji Uma bagian dari pengawasan Komite IV DPD RI terhadap Undang-undang Nomor 19 Tahun 2023 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2024.
Fokusnya pada transferan keuangan daerah dan dana desa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat kunker tersebut Haji Uma turut didampingi Staf Ahli Muhammad Daud, Mulyadi Syarif, dan stafnya Muhammad Furqan serta Hamdani.
Haji Uma bersama rombongan disambut Kepala Bidang Bina Gampong dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Dinas DPMG Kota Lhokseumawe, T Syamsul Fajri.
Tujuan dari kunker tersebut untuk mengetahui, sejauh mana serapan Dana Desa maupun pengelolaan Dana Desa yang bersumber dari APBN di sejumlah daerah termasuk di Kota Lhokseumawe.
Hasil dari kunjungan tersebut nantinya akan dibawa dalam rapat kerja DPD.
“Setelah kunjungan ini kita akan melakukan koordinasi dengan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) sistem pelaporan Dana Desa,” ujar Haji Uma.
Karena kata Haji Uma, semua pihak tentu tidak ingin dana desa yang sangat besar mencapai Rp 71 triliun dan untuk Lhokseumawe Rp 60 miliar, pembangunan jalan di tempat.
“Dana desa begitu besar digelontorkan, tapi tidak ada kemajuan yang begitu berarti. Padahal seharusnya kita sudah bisa move on,” ujar Haji Uma.
Menurut Anggota DPD RI asal Aceh itu, pembangunan bukan hanya mempertanggungjawabkan realisasi, tapi pembangunan itu harus bergerak tidak mesti dan tidak harus di tempat itu-itu saja, sehingga tidak ada perkembangan.
Misalnya, kalau tahun ini dibangun jalan dan tahun depan juga dibangun jalan, itu tidak ada peningkatan pembangunan.
Padahal tujuan dari Dana Desa yang bersumber dari APBN itu untuk peningkatan pembangunan dan bergeser kepada pembangunan ke pembangunan yang belum terbangun, bukan istiqamah dalam pembangunan.
“Jadi kehati-hatian dan kualitas pembangunan perlu dikontrol,” katanya.
Misalnya kenapa harus membangun hal yang sama, ternyata hasil pembangunan itu belum sampai satu tahun sudah rusak.
Maka inspektorat juga arus bekerja aktif di sini melihat kepatutan kewajaran dan bobot dari kualitas pembangunan itu, sehingga uang desa bisa diselamatkan tidak membangun bangunan yang sama lagi.
Ini juga banyak terjadi di daerah lain juga, tapi ini di Lhokseumawe sebagai satu sampel. Kita akan berkoordinasi dengan BPKP dan. melakukan rapat dengan Dirjen perbendaharaan negara nanti,” ungkap Haji Uma.
Senator asal Aceh juga mengajak DPMG untuk memantau transparansi dan tertib administrasi dalam pengelolaan dana desa supaya tidak ada manipulasi data dalam pembangunan.
Misalnya dalam papan informasi itu harus ada tercantum alokasi dana desa dan perencanaan serta realisasi dana desa.
Selain itu juga dalam perencanaan harus menganut asas kemanfaatan bagi masyarakat karena itu harus melibatkan tokoh dan masyarakat.
Dengan keterlibatan masyarakat, sehingga perencanaan betul-betul mewakili dari masyarakat, bukan parsial dari beberapa tokoh.
Haji Uma juga mengungkapkan terkait penyerapan dana desa masih banyak kendala, di antaranya dalam pelaporan penggunaan dana desa tahun sebelumnya, sehingga terlambatnya penyaluran atau peluncuran dana desa untuk tahun berjalan.
Seharusnya kata Haji Uma, pelaporan pertanggungjawaban Dana Desa tahun 2023 selesai di Bulan Desember.
Namun ada sebagian desa ada keterlambatan untuk pelaporan ataupun mempertanggungjawabkan penggunaan dana desa tahun lalu.
Kondisi ini berakibat terhambatnya penyaluran Dana Desa untuk Tahun 2024 ini.
Sementara Kepala Bidang Bina Gampong dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, DPMG Kota Lhokseumawe, T Syamsul Fajri dalam menyebutkan terus berupaya mengedukasi keuchik agar penggunaan dana desa itu harus transparan.
Sehingga kini dari 68 desa di Lhokseumawe, 50 persen di antaranya sudah berhasil mencairkan dana desa tahap pertama.
Untuk saat ini semua desa di Lhokseumawe sudah menyelesaikan penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat.
“BLT harus disalurkan pada Bulan Maret, tapi karena karena ada keterlambatan dalam pencairan dana, sehingga terjadi keterlambatan dalam penyaluran. Namun, sampai hari ini semua gampong sudah menyalurkan BLT,” ujar T Samsul Fajri.
Persoalan lain dalam pengelolaan Dana Desa kata Syamsul adalah orientasi pembangunan dari gampong yang pada pembangunan fisik, sehingga yang menjadi persoalan tidak adanya pendapatan yang menjadi sumber dari penggunaan APBG.
Jadi harapan satu-satunya sumber dana itu untuk gampong dari Pemerintah Pusat dan Pemko Lhokseumawe yatu Alokasi Dana Desa.
“Hanya beberapa gampong yang memiliki pendapatan dari hasil usaha gampong,” katanya.
Hal ini karena Badan Usaha Milik Gampong (BUMG), yang dibentuk kini kondisinya memprihatinkan. []