Jakarta, Mercinews.com – Seorang taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda Jakarta Utara asak Bali bernama Putu Satria Ananta Rustika (sebelumnya disebut Putu SAR) tewas diduga akibat dianiaya senior.
Keluarga taruna asal Klungkung itu pun berang dan menuntut pertanggungjawaban pihak kampus atas kejadian tragis ini.
Paman korban, Nyoman Budi Arto, menyatakan akan menuntut pihak kampus dan pelaku penganiayaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia merasa pihak kampus lalai dalam mengawasi taruna dan membiarkan budaya kekerasan terjadi.
Saya mau tuntut yang memukul itu sama pihak sekolah, anak saya sehat-sehat saja tiba-tiba meninggal dunia,” kata Nyoman Budi Arto.
Ia meminta pertanggungjawaban kampus atas kejadian yang merenggut nyawa anggota keluarganya dan menuntut agar pelaku dihukum sesuai dengan perbuatannya.
“Saya memiliki anak, bagaimana jika ini terjadi pada anak orang lain? Saya akan menuntut pihak kampus,” tegasnya.
Nyoman mengatakan pihak STIP menghubunginya pada Jumat pagi sekitar pukul 09.00 WIB untuk memberitahu bahwa taruna tingkat satu angkatan 2023 Putu Satria Ananta Rustika telah meninggal dunia.
Putu Ananta Satria Rustika merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang menjadi taruna di sekolah di bawah Kementerian Perhubungan tersebut.
Dari informasi yang diterima Nyoman, ia mengetahui bahwa keponakannya dibawa ke toilet dan dipukuli oleh seorang senior.
“Menurut keterangan dari teman-temannya dan berita dari polisi, dia memang dipukuli, tapi tidak jelas apa sebabnya,” kata Nyoman.
Ia menambahkan bahwa saat menonton video di saluran YouTube, tidak ada tanda-tanda budaya kekerasan di STIP.
Namun, ia merasa sebaiknya sekolah tersebut dibubarkan jika kejadian seperti ini masih terulang.
Ini pertama kalinya terjadi, dan ketika saya melihat jasad keponakan saya, ada luka lebam di dadanya,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Ahmad Wahid telah menyatakan bahwa budaya kekerasan atau perpeloncoan senior terhadap junior di kampus tersebut sudah dihapuskan.
Namun, kembali terjadi kasus tragis saat seorang siswa meninggal akibat penganiayaan.
“Tidak ada budaya perpeloncoan di kampus ini, dan itu adalah penyakit turun temurun yang sudah dihilangkan,” kata Ahmad Wahid di Jakarta, Jumat.
Menanggapi kematian taruna tingkat satu berinisial P pada Jumat pagi, Wahid menegaskan bahwa kejadian itu terjadi di luar kendali pihak sekolah karena terjadi di luar program yang dibuat oleh kampus.
“Budaya tersebut sudah kami hilangkan, itu murni antarindividu,” kata Wahid.(*)