Mengenal Strategi Criminal, Warfare dari Mafia Kejahatan Dunia

Kamis, 18 September 2025 - 10:03 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

ilustrasi (Foto:Dok.Net)

ilustrasi (Foto:Dok.Net)

Oleh Dede Farhan Aulawi

Strategi criminal warfare mengacu pada metode, taktik, dan pendekatan sistematis yang digunakan oleh organisasi kriminal untuk mencapai tujuan mereka. Seringkali mencakup kekuasaan, kontrol wilayah, keuntungan ekonomi, atau penghancuran lawan. Istilah ini tidak selalu resmi, tetapi sering digunakan untuk menggambarkan konflik bersenjata, kekerasan sistematis, dan operasi bawah tanah oleh kelompok kriminal, termasuk kartel narkoba, mafia, geng jalanan, atau milisi kriminal.

Komponen strategis dalam criminal warfare berdasarkan studi kriminalitas dan konflik bersenjata non-negara, adalah:

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

  1. Intelijen dan pengawasan. Tujuannya mengetahui kekuatan, kelemahan, dan pergerakan musuh (kelompok lain atau aparat). Taktik umumnya adalah infiltrasi ke dalam kelompok lawan, menggunakan teknologi (kamera tersembunyi, ponsel sadap), terkadang mempekerjakan oknum informan dari dalam suatu institusi.

  2. Kekerasan terukur dan intimidasi. Tujuannya menanamkan ketakutan, menghancurkan lawan, dan menunjukkan dominasi. Taktik umumnya adalah eksekusi publik, mutilasi simbolik (misalnya memajang tubuh korban), serangan terhadap keluarga musuh, dan penculikan atau penyiksaan untuk pesan psikologis.

  3. Kontrol teritorial. Tujuannya menguasai zona strategis untuk distribusi, produksi, atau logistik. Taktik umumnya adalah penempatan “soldado” (anggota bersenjata) di titik kunci, blokade terhadap kelompok pesaing, mengusir atau membunuh warga yang mendukung lawan, dan bekerja sama atau memanipulasi tokoh lokal.

  4. Pembiayaan dan ekonomi bayangan. Tujuannya menjamin aliran dana untuk operasi. Sumber dana umumnya dari narkoba, perdagangan manusia, perdagangan senjata, pemerasan, pajak kriminal (extortion), dan pencucian uang melalui bisnis legal.

  5. Korupsi dan kooptasi institusi. Tujuannya mengurangi risiko penegakan hukum dan mengamankan operasi. Taktik umumnya adalah menyuap aparat hukum, jaksa, politisi, mengancam keluarga pejabat, serta menyusup ke dalam institusi tertentu yang dinilai bisa memuluskan tindakan kriminalnya.

  6. Propaganda dan manipulasi sosial. Tujuannya mendapat legitimasi atau simpati masyarakat. Taktik umumnya adalah menyebarkan narasi bahwa mereka “melindungi” warga, memberi bantuan sosial (makanan, uang) ke warga miskin, menggunakan media sosial untuk memamerkan kekuatan atau gaya hidup, dan menyebarkan ketakutan lewat video kekerasan.

  7. Aliansi dan permusuhan strategis. Tujuannya memperluas pengaruh atau menghancurkan lawan lebih kecil. Taktik umumnya adalah membentuk koalisi dengan geng lain, membagi wilayah demi menghindari konflik besar, menikmati perlindungan dari kelompok paramiliter atau aparat, dan mengadu domba musuh satu sama lain.

Baca Juga:  Dari 'Anak Kambing' ke Media Merdeka

Contoh nyata criminal warfare yang ada di dunia, misalnya:

  • Kartel di Meksiko (Sinaloa, CJNG) yang mengontrol wilayah dengan milisi bersenjata berat dan strategi militer tingkat tinggi.

  • Mafia Italia (Cosa Nostra, ‘Ndrangheta) yang menggunakan korupsi dan infiltrasi untuk kontrol politik dan ekonomi.

  • Geng-geng di El Salvador (MS-13, Barrio 18) yang melakukan operasi militer perkotaan, perekrutan paksa, dan kontrol komunitas.

  • Narco-militias di Brasil di mana favelas dikontrol oleh “Comando Vermelho” atau “PCC”, dan sering terlibat dalam konflik terbuka dengan polisi atau geng rival.

Baca Juga:  Simposium Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Kenapa Kembali ke UUD 1945: Menjawab Tantangan Nasional dan Global

Strategi-strategi tersebut tentu sifatnya tidak legal dan sering melakukan pelanggaran HAM berat. Banyak negara menganggap organisasi seperti ini sebagai entitas teroris domestik. Studi tentang strategi ini menjadi penting untuk dipelajari dan dipahami sebagai bagian dari pertimbangan dalam merumuskan sebuah formula yang efektif dalam penegakan hukum, strategi kontra-terorisme, keamanan nasional, maupun penelitian akademis di bidang kriminologi dan geopolitik.

Baca Juga:  Ketika Konstituen Dewan Pers Hanya Jadi Papan Nama

*Penulis adalah peneliti di bidang kriminologi dan keamanan

Berita Terkait

Reformasi Polri: Mungkinkah Kapolri Bukan Polisi Karier?
Smart Governance, Sebuah Keniscayaan untuk Indonesia
Audit Konstitusional Proyek KCIC: Membangun atau Menjerat Kedaulatan Ekonomi?
Transaksi Kendaraan Bekas Kena PPN, Begini Cara Menghitungnya
Mengutip Tak Lagi Gratis: Menuju Era Royalti Karya Jurnalistik
Pajak Instansi Pemerintah, Hal Krusial yang Wajib Bendahara Kuasai
Integritas ASN Kejaksaan: Landasan Utama Membangun Keputusan Publik
Presiden Prabowo Mengembalikan Peran Aktif Indonesia di Fora Internasional

Berita Terkait

Rabu, 12 November 2025 - 10:58 WIB

Reformasi Polri: Mungkinkah Kapolri Bukan Polisi Karier?

Selasa, 11 November 2025 - 09:47 WIB

Smart Governance, Sebuah Keniscayaan untuk Indonesia

Kamis, 23 Oktober 2025 - 09:51 WIB

Audit Konstitusional Proyek KCIC: Membangun atau Menjerat Kedaulatan Ekonomi?

Senin, 13 Oktober 2025 - 19:46 WIB

Transaksi Kendaraan Bekas Kena PPN, Begini Cara Menghitungnya

Jumat, 10 Oktober 2025 - 11:15 WIB

Mengutip Tak Lagi Gratis: Menuju Era Royalti Karya Jurnalistik

Berita Terbaru

M. Harry Mulya Zein (Foto:istimewa)

Opini

Smart Governance, Sebuah Keniscayaan untuk Indonesia

Selasa, 11 Nov 2025 - 09:47 WIB