“Sejak awal saya kooperatif dan jujur. Saya bahkan telah mengembalikan seluruh uang yang diterima. Itikad baik ini saya lakukan dengan penyesalan yang tulus.”
Jakarta, Mercinews.com – Eks Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Djuyamto, memohon agar majelis hakim menjatuhkan putusan berdasarkan keadilan yang bersumber dari Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan karena tekanan opini publik. Permohonan itu ia sampaikan dalam nota pembelaan (pledoi) berjudul “Mengakui Kesalahan Adalah Pembelaan Terbaik: Terpeleset oleh Licinnya Minyak Goreng”, yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Dalam pledoinya di hadapan majalis hakim pimpinan Effendi didampingi dua hakim anggota, Adek Nurhadi dan Andi Saputra, Djuyamto mengakui kesalahannya dan menyampaikan penyesalan mendalam atas perbuatannya yang mencoreng karier panjangnya sebagai hakim selama 23 tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saya menyadari kesalahan fatal ini telah menghancurkan karier saya. Namun, saya memohon agar majelis hakim menilai berdasarkan bukti dan fakta hukum, bukan tekanan opini publik,” ujarnya dengan nada haru.
Djuyamto menegaskan, sepanjang masa pengabdiannya ia belum pernah dilaporkan ke Komisi Yudisial maupun dijatuhi sanksi etik atau disiplin. Ia bahkan menerima penghargaan Satyalancana Karya Satya XXX dari Presiden RI atas pengabdian selama 30 tahun tanpa catatan pelanggaran.
“Saya bersyukur, selama menjadi hakim saya berusaha menjalankan amanah dengan integritas. Namun, saya harus jujur mengakui bahwa saya terpeleset oleh licinnya minyak goreng,” ucapnya.
Dalam pembelaannya, Djuyamto menjelaskan bahwa uang yang diterimanya sebagian besar digunakan untuk kegiatan sosial, seperti pembangunan kantor MWC NU Kartasura dan pelestarian budaya lokal melalui pembuatan Wayang Babad Kartasura. Ia juga menegaskan bahwa tidak pernah meminta uang dari pihak mana pun, melainkan menerimanya karena inisiatif pihak terkait perkara.
“Sejak awal saya kooperatif dan jujur. Saya bahkan telah mengembalikan seluruh uang yang diterima. Itikad baik ini saya lakukan dengan penyesalan yang tulus,” tuturnya.
Djuyamto menyayangkan tuntutan jaksa yang dinilainya tidak mempertimbangkan kontribusinya selama memimpin berbagai perkara tipikor besar, yang telah membantu negara mengembalikan kerugian hingga triliunan rupiah.
“Tanpa putusan pengadilan, tidak mungkin aset para terpidana itu bisa dieksekusi,” katanya.
Menutup pledoinya, Djuyamto mengutip hadis Nabi Muhammad SAW, “Kullu bani Adam khaththa’un wa khairul khaththa’ina at-tawwabun”, yang berarti setiap manusia pasti berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat.
Ia pun berharap majelis hakim menjatuhkan putusan seadil-adilnya dengan menjunjung tinggi nilai moral, kemanusiaan, dan ketuhanan.
Dalam sidang sebelumnya, Rabu (29/10/2025), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Djuyamto dengan pidana penjara selama 12 tahun. Jaksa menyatakan bahwa Djuyamto menerima suap saat menangani perkara korupsi minyak goreng.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 12 tahun,” kata jaksa dalam tuntutannya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.(red)






