Smart Governance, Sebuah Keniscayaan untuk Indonesia

Selasa, 11 November 2025 - 09:47 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

M. Harry Mulya Zein (Foto:istimewa)

M. Harry Mulya Zein (Foto:istimewa)

“Penerapan smart governance di Indonesia merupakan peluang besar untuk menciptakan pemerintahan yang efisien, bersih, dan akuntabel. Namun, tanpa sinergi kuat antara pemerintah pusat, daerah, swasta, dan masyarakat, digitalisasi bisa berhenti sebatas proyek tanpa dampak nyata.”

Oleh: M. Harry Mulya Zein

Di era digital saat ini, tata kelola pemerintahan tidak lagi cukup hanya mengandalkan efisiensi birokrasi konvensional. Dunia bergerak menuju smart governance sebuah sistem pemerintahan berbasis teknologi, data, dan kolaborasi untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, serta kualitas pelayanan publik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Indonesia pun mulai melangkah ke arah ini, meski masih menghadapi berbagai tantangan struktural dan budaya birokrasi yang kompleks. Konsep smart governance menekankan penggunaan teknologi informasi untuk memperkuat pengambilan keputusan, mempercepat pelayanan, serta membuka ruang partisipasi warga negara.

Di Indonesia, sejumlah inisiatif telah diluncurkan, seperti Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), LAPOR!, Online Single Submission (OSS), serta e-budgeting di beberapa pemerintah daerah.

Contoh kasus perselisihan antara Menteri Keuangan dengan beberapa provinsi yang berpotensi menimbulkan dana daerah “mengendap”, disinyalir oleh Menteri Keuangan terdapat 15 daerah dengan simpanan tertinggi. Silang sengketa ini tidak akan terjadi apabila pengelolaan keuangannya berbasis digital karena akan mudah menelusuri informasi mengenai besaran anggaran yang belum terealisasi. Meski demikian, perselisihan ini pada dasarnya muncul karena perbedaan definisi, sistem pelaporan, dan interpretasi atas fungsi dana kas daerah.

Baca Juga:  Prabowo, Indonesia dan Neoliberalisme

Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mewujudkan digitalisasi layanan publik. Selain mempercepat birokrasi, digitalisasi juga meningkatkan transparansi dan mencegah korupsi, sebab setiap transaksi dan keputusan dapat dilacak secara digital.

Seperti kasus penangkapan Gubernur Riau Abdul Wahid yang diduga terjerat tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (Kompas, 7 November 2025). Penggunaan big data dan artificial intelligence di masa depan juga membuka peluang besar untuk membuat kebijakan yang lebih berbasis bukti (evidence-based policy).

Beberapa negara telah menjadi contoh sukses penerapan smart governance. Estonia, misalnya, dikenal sebagai pionir dengan konsep e-Estonia, di mana 99 persen layanan publik dapat diakses secara daring. Sistem ini berhasil menekan biaya administrasi dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Korea Selatan juga menjadi model global dengan platform Gov24, yang menyatukan lebih dari 5.000 layanan publik dalam satu portal digital. Jika dibandingkan, Indonesia masih tertinggal.

Baca Juga:  Dari 'Anak Kambing' ke Media Merdeka

Berdasarkan UN E-Government Development Index (EGDI) 2022, Indonesia berada di peringkat ke-77 dunia, jauh di bawah Korea Selatan (peringkat ke-3) dan Estonia (peringkat ke-8). Artinya, meskipun arah kebijakan sudah benar, implementasi di lapangan masih perlu diperkuat, terutama dalam hal integrasi data dan kesiapan sumber daya manusia.

Upaya menuju smart governance di Indonesia tidak berjalan tanpa hambatan.

Pertama, infrastruktur digital belum merata. Masih banyak wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) yang kesulitan mengakses internet stabil, padahal digitalisasi pemerintahan menuntut konektivitas yang andal.

Kedua, fragmentasi sistem informasi di berbagai instansi membuat data publik tidak saling terhubung. Tiap kementerian atau lembaga sering mengembangkan aplikasinya sendiri tanpa standar nasional yang sama. Akibatnya, data tumpang-tindih dan sulit dianalisis secara terpusat.

Ketiga, resistensi birokrasi menjadi kendala kultural. Sebagian aparatur sipil negara (ASN) belum siap beradaptasi dengan teknologi, masih terjebak dalam pola kerja manual dan berorientasi prosedural.

Keempat, keamanan data dan privasi juga menjadi isu penting. Kebocoran data publik beberapa tahun terakhir menandakan lemahnya perlindungan sistem informasi pemerintah. Tanpa regulasi dan keamanan yang kuat, kepercayaan publik sulit dibangun.

Guna mempercepat transformasi menuju pemerintahan cerdas, Indonesia perlu mengambil langkah strategis dan terukur.

Baca Juga:  Merdeka Adalah Anugerah, Persatuan Menjadi Kekuatan

Pertama, membangun National Digital Backbone yang mengintegrasikan semua sistem dan data lintas lembaga.
Kedua, memperkuat identitas digital nasional sebagai dasar pelayanan publik terpadu.
Ketiga, memperkuat perlindungan data pribadi dan keamanan siber. Selain itu, peningkatan kapasitas digital menjadi keharusan.

Pemerintah perlu menyiapkan pelatihan dan insentif agar aparatur lebih adaptif terhadap teknologi. Partisipasi masyarakat juga penting smart governance bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal kolaborasi antara pemerintah dan warga.

Penerapan smart governance di Indonesia merupakan peluang besar untuk menciptakan pemerintahan yang efisien, bersih, dan akuntabel. Namun, tanpa sinergi kuat antara pemerintah pusat, daerah, swasta, dan masyarakat, digitalisasi bisa berhenti sebatas proyek tanpa dampak nyata.

Jika mampu mengatasi kendala struktural dan membangun kepercayaan publik melalui transparansi digital, Indonesia berpeluang menjadi negara dengan tata kelola pemerintahan yang modern dan inklusif pemerintahan yang benar-benar cerdas dalam melayani rakyatnya.

*Penulis adalah Dosen Vokasi Ilmu Administrasi Pemerintahan Universitas Indonesia dan Institut Pemerintahan Dalam Negeri, pernah menjadi Sekretaris Daerah Kota Tangerang, dan kini Pakar Ilmu Pemerintahan pada Asosiasi Media Konvergensi Indonesia (AMKI)

Berita Terkait

Reformasi Polri: Mungkinkah Kapolri Bukan Polisi Karier?
Audit Konstitusional Proyek KCIC: Membangun atau Menjerat Kedaulatan Ekonomi?
Transaksi Kendaraan Bekas Kena PPN, Begini Cara Menghitungnya
Mengutip Tak Lagi Gratis: Menuju Era Royalti Karya Jurnalistik
Pajak Instansi Pemerintah, Hal Krusial yang Wajib Bendahara Kuasai
Integritas ASN Kejaksaan: Landasan Utama Membangun Keputusan Publik
Presiden Prabowo Mengembalikan Peran Aktif Indonesia di Fora Internasional
Mengenal Strategi Criminal, Warfare dari Mafia Kejahatan Dunia

Berita Terkait

Rabu, 12 November 2025 - 10:58 WIB

Reformasi Polri: Mungkinkah Kapolri Bukan Polisi Karier?

Selasa, 11 November 2025 - 09:47 WIB

Smart Governance, Sebuah Keniscayaan untuk Indonesia

Kamis, 23 Oktober 2025 - 09:51 WIB

Audit Konstitusional Proyek KCIC: Membangun atau Menjerat Kedaulatan Ekonomi?

Senin, 13 Oktober 2025 - 19:46 WIB

Transaksi Kendaraan Bekas Kena PPN, Begini Cara Menghitungnya

Jumat, 10 Oktober 2025 - 11:15 WIB

Mengutip Tak Lagi Gratis: Menuju Era Royalti Karya Jurnalistik

Berita Terbaru

M. Harry Mulya Zein (Foto:istimewa)

Opini

Smart Governance, Sebuah Keniscayaan untuk Indonesia

Selasa, 11 Nov 2025 - 09:47 WIB